Skip to content

    Bait Tuhan: Apa yang Ada di Dalam Gereja Ortodoks

    Oleh Pr. Thomas Fitzgerald

    Mereka yang mengunjungi Gereja Ortodoks biasanya terkesan dengan keunikan dan perbedaan eksternal antara rumah ibadat ini dengan apa yang ada dalam tradisi Kekristenan Barat. Kekayaan warna, ikonografi yang khas dan keindahan interior Gereja Ortodoks umumnya sangat kontras dengan kesederhanaan yang umum dalam interior gereja Katolik Roma dan Protestan. Saat masuk dalam gereja Ortodoks, mereka seperti sedang melangkah ke dalam suatu dunia yang penuh warna dan cahaya. Seni dan desain gereja Ortodoks bukan hanya menghadirkan suasana penyembahan yang khas, tetapi juga mencerminkan dan mewujudkan banyak wawasan mendasar dari Ortodoksi.

    Keindahan dan Simbol-simbol

    Gereja Ortodoks percaya bahwa Allah adalah Pencipta langit dan bumi. Sang Pencipta hadir melalui energi kreatif karya-karya-Nya. Hal ini berarti bahwa dunia jasmani, yang bersifat berharga dan baik, adalah suatu sarana yang penting, dimana melalui sarana inilah Allah mengekspresikan diri-Nya. Gereja Ortodoks menegaskan imannya ini melalui pemanfaatan unsur ciptaan secara ekstensif, bukan hanya untuk memperindah rumah-rumah ibadahnya, tetapi juga dalam misteri dan pelayanan sakramentalnya. Sebagai contoh, ketika roti dan anggur – “buah sulung ciptaan” – dipersembahkan dalam Ekaristi, pada saat yang sama mereka juga merupakan persembahan simbolik dari seluruh ciptaan kepada Allah Penciptanya. Karena tidak ada keraguan dalam menggunakan karunia-karunia ciptaan ini, maka interior gereja Ortodoks pun biasanya dibuat sangat indah. Bangunan gereja Ortodoks dirancang untuk menciptakan suasana yang istimewa, dipenuhi dengan sukacita dan penghargaan atas karunia Allah. Ortodoksi mengakui bahwa keindahan adalah dimensi penting dalam kehidupan manusia. Melalui ikonografi dan rancangan gereja, keindahan ciptaan menjadi sarana yang sangat penting untuk memuliakan Allah. Karunia-karunia ilahi dari dunia materi dibentuk dan dirancang oleh tangan-tangan manusia untuk dijadikan ekspresi keindahan yang memuliakan Sang Pencipta. Bak wanita saleh yang menuangkan minyaknya yang paling berharga ke kaki Tuhan kita, Ortodoksi berusaha untuk selalu mempersembahkan yang terbaik dan terindah kepada Tuhan.

    Ruang Suci

    Fungsi terpenting dari interior gereja adalah sebagai latar sekaligus sebagai pengaturan bagi ibadahnya. Seni dan arsitekturnya dirancang untuk memberikan kontribusi pada pengalaman ibadah yang total, yang melibatkan kecerdasan, rasa, dan indera manusia. Ekaristi dan misteri lainnya berlangsung di hadirat Allah, dan menjadi saksi dari kehadiran dan tindakan-Nya. Oleh karena itu, dalam tradisi Ortodoks terdapat perasaan yang sangat kuat bahwa gereja adalah Rumah Allah dan suatu tempat di mana kemuliaan-Nya bersemayam. Karena alasan ini, semua gereja Ortodoks diberkati, disucikan, dan dikhususkan sebagai tempat suci. Keseluruhan bangunan gereja menjadi saksi bahwa Allah berdiam di antara umat-Nya. Seperti yang dikatakan oleh sebuah nasihat kuno:

    “Hendaklah umat Kristen mempertimbangkan dengan baik bahwa ketika mereka memasuki gereja mereka memasuki suatu surga. Keagungan Allah yang ada di surga juga ada dalam gereja-Nya, dan karena itu, umat haruslah masuk dengan penuh hormat dan kekaguman.”

    Idealnya, gereja Ortodoks berukuran relatif kecil untuk menekankan dan meningkatkan rasa kebersamaan dalam beribadah. Gereja umumnya dibangun dengan bentuk salib dan dibagi menjadi tiga area: narthex atau halaman, naos atau ruang kudus, dan ruang mahakudus. Narthex adalah area pelataran/pintu masuk. Berabad-abad lalu, area ini adalah tempat dimana katekumen (orang yang sedang mempersiapkan diri untuk dibaptis) dan umat yang sedang dalam masa tobat berdiri selama beberapa bagian dari Liturgi. Pada hari ini, awal dari upacara Baptisan dan Perkawinan, dimulai dari narthex dan dilanjutkan ke naos. Prosesi ini secara simbolis melambangkan gerakan bertahap menuju Kerajaan Allah. Dalam banyak enoria (paroki), narthex adalah area di mana umat memberikan persembahan mereka, mengambil lilin doa dan menyalakannya di depan ikon, dan memanjatkan doa pribadi sebelum bergabung dengan jemaat di area Naos. Naos adalah area tengah. Di sinilah umat berkumpul untuk beribadah. Meskipun sebagian gereja Ortodoks di negara ini menggunakan bangku, beberapa mengikuti kebiasaan lama dengan memiliki ruang tengah terbuka tanpa kursi. Di sisi kanan bagian depan ruang ini erdapat takhta uskup yang menjadi ikon Kristus yang hidup di antara umatnya. Bahkan, ketika uskup tidak hadir disana, tahta ini tetap mengingatkan semua orang bahwa jemaat lokal bukanlah entitas yang terisolasi, melainkan bagian dari keuskupan yang dipimpin oleh hirarkinya. Di sisi kiri ruang depan terdapat mimbar tempat Injil diproklamasikan dan homili dikhotbahkan. Paduan suara dan para pengidung sering menempati area sisi terjauh dari naos. Ruang Mahakudus dianggap sebagai bagian paling sakral dari gereja, dan area yang disediakan untuk para rohaniwan dan asisten mereka. Ruang Mahakudus berisi Meja Altar Suci dan dipisahkan dari naos oleh Ikonostasis. Pembagian ini berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa pemerintahan Tuhan belumlah sempurna dalam diri kita; bahwa kita sering menemukan diri kita ‘terpisah’ dari Tuhan oleh karena dosa-dosa kita. Namun, selama Liturgi Ilahi, saat kita memiliki akses kepada Anugerah-Anugerah Suci, kita diingatkan bahwa, melalui Kristus, surga dan bumi dipersatukan dan bahwa di dalam Dialah kita memiliki akses kepada Bapa. Perlu diingat juga bahwa tidak semua upacara gereja dilangsungkan dari dalam Ruang Mahakudus. Banyak pula yang dirayakan di tengah-tengah naos, di tengah-tengah jemaat. Dengan demikian, Ortodoksi menekankan fakta bahwa penyembahan Gereja dipersembahkan “bagi semua dan melalui semua.”

    Meja Altar

    Altar atau Meja Kudus adalah jantung dan titik fokus Gereja Ortodoks. Di sinilah persembahan Ekaristi berupa Roti dan Anggur dipersembahkan kepada Bapa sebagaimana yang diperintahkan Kristus kepada kita. Meja Altar, yang biasanya berbentuk persegi, berdiri dijauhkan dari dinding dan biasanya ditutupi dengan kain khusus. Sebuah tabernakel, berisikan Perjamuan Kudus khusus bagi umat yang sakit atau sekarat, ditempatkan di atas Meja Altar, bersama lampu yang tak pernah padam. Ketika Liturgi Ilahi sedang tidak dirayakan, Kitab Injil diletakkan di atas Meja Altar. Di belakang Meja Altar terdapat sebuah salib besar yang dilengkapi dengan lukisan sosok Kristus.

    Ikonostasis

    Ikonostasis adalah sebuah dinding atau panel ikon-ikon yang memisahkan ruang suci dari ruang umat. Bagian yang sangat khas ini berasal dari kebiasaan kuno untuk meletakkan ikon-ikon di pagar rendah di depan Ruang Maha kudus. Seiring berjalannya waktu, ikon-ikon tersebut mulai dipasang di dinding yang didirikan secara khusus, sehingga muncullah istilah ikonostasis. Dalam praktik kontemporer, Ikonostasis bisa sangat rumit dan menyembunyikan sebagian besar Ruang Mahakudus, atau bisa pula sangat sederhana dan terbuka. Ikonostasi memiliki tiga pintu masuk yang digunakan selama Liturgi. Ada Pintu Diakon di kedua sisinya, dan pintu masuk tengah yang disebut Gerbang Raja. Sebuah tirai atau pintu, biasanya menutupi pandangan ke arah Meja Altar ketika Liturgi tidak sedang dirayakan. Di sisi kanan Ikonostasis selalu ada ikon Kristus dan Agios Yohanes Pembaptis. Di sisi kiri selalu ada ikon Theotokos (Bunda Tuhan kita) dan Orang Kuduspelindung atau ikon peristiwa yang didedikasikan bagi gereja setempat. Selain ikon-ikon ini, ikon-ikon lain dapat ditambahkan, tergantung pada kebiasaan lokal.

    Ikon-ikon

    Ikon adalah gambar suci yang merupakan bentuk seni khas dari Gereja Ortodoks. Dalam praktiknya, ikon dapat berupa lukisan kayu, di atas kanvas, mosaik, atau lukisan dinding. Ikon menggambarkan tokoh-tokoh seperti Kristus, Maria Sang Theotokos, orang-orang kudus dan para malaikat. Ikon juga dapat menggambarkan peristiwa-peristiwa dari Kitab Suci atau sejarah Gereja, seperti Natal, Paskah, dan lain-lain. Ikon menempati tempat yang sangat penting dalam ibadah dan teologi Ortodoks. Ikon tidak hanya bersifat dekoratif, inspiratif, atau edukatif saja, fungsinya yang lebih utama adalah sebagai tanda kehadiran dari individu yang digambarkan. Ikon bagaikan jendela yang menghubungkan langit dan bumi. Saat beribadah, kita menyembah sebagai bagian dari Gereja yang melingkupi orang-orang yang masih hidup dan yang telah meninggal. Kita tidak pernah kehilangan kontak dengan mereka yang bersama Allah dalam kemuliaan. Keyakinan ini diungkapkan setiap kali kita menghormati ikon atau meletakkan lilin di depannya. Banyak gereja Ortodoks yang tidak hanya melukis ikon mereka di ikonostasi saja, tetapi juga di dinding, langit-langit, dan di lengkungan tembok gereja (apsis). Sering kali terdapat pula ikon besar Theotokos dan Kristus kanak-kanak di atas Ruang Mahakudus, lebih tepatnya di lengkungan apsis. Gereja Ortodoks percaya bahwa Maria adalah manusia yang paling dekat dengan Tuhan. Ikon yang sangat menonjol ini mengingatkan peran pentingnya dalam Inkarnasi Anak Allah, menjadi gambaran dari Gereja, dan mengingatkan kita akan tanggung jawab kita untuk melahirkan kehadiran Kristus dalam hidup kita. Di langit-langit atau di sisi dalam kubah gereja, terdapat ikon Kristus Yang Mahakuasa, Sang Pantokrator. Ikon ini menggambarkan Kristus yang Jaya yang memerintah sebagai Tuhan atas langit dan bumi. Ketika kita melihat dari atas ke bawah, terlihat seolah-olah seluruh gereja dan seluruh ciptaan memancar keluar dari-Nya. Ketika kita melihat ke atas, ada perasaan bahwa segala sesuatu mengarahkan kita kepada Kristus Allah. Dia adalah “Alfa dan Omega”, awal dan akhir. Inilah pesan Ortodoksi.


    Artikel ini disadur dari serangkaian pamflet yang ditulis bagi umat non-Ortodoks, terutama mereka yang sedang mempertimbangkan untuk menjadi anggota Gereja Ortodoks dan ingin memperdalam apresiasi mereka terhadap iman, ibadah, dan tradisinya. Pamflet-pamflet tersebut ditulis oleh Fr. Thomas Fitzgerald, seorang pengajar di Hellenic College-Holy Cross Greek Orthodox School of Theology.